Artikel Tentang Produk

Supriyadi: Pelepah Pisang Bernilai Ekonomi

Kerajinan dari pelepah pisang mungkin masih asing di telinga.  Pelepah pisang juga bagi sebagian orang dianggap hanya sebagai sampah kering yang tak berguna. Namun tidak bagi seorang Supriyadi (60), warga RT 5 RW 3, Desa Kalibagor, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas. Ia yang dulu berprofesi sebagai pelukis relief dan pembuat hiasan janur pengantin beralih menjadi pengrajin lukisan pelepah pisang. Di tangan orang-orang kreatif, seperti Supriyadi, pelepah pisang menjadi sebuah kerajinan tangan yang unik dan bernilai ekonomi tinggi. Lukisan dari pelepah pisang ini menampakan hal berbeda, karena memiliki tekstur dan gradasi warna yang unik.  Siapa sangka ia baru memulai usahanya itu saat pandemi Covid-19 melanda, 2020 lalu.

“Waktu itu saat Corona melanda, tidak ada job sama sekali, terus saya melihat ada pelepah pisang kering warnanya bagus bisa buat apa. Lalu dibuat oleh saya semacam lukisan seperti ini,” katanya .

Ia melihat ada potensi yang bisa dikembangkan dari pelepah pisang kering tersebut.  Pelepah pisang yang digunakan juga tidak sembarangan, biasanya pelepah pisang yang bagus adalah pisang jenis klutuk atau pisang batu.  Dalam proses pembuatan, yang diutamakan adalah kualitas bahan baku dan imajinasinya.

“Sebenarnya paling penting itu adalah memadukan warna dari pelepah pisangnya, karena ada yang hitam, agak coklat, dan putih.

LUKISAN BAHAN LIMBAH PELEPAH PISANG | ANTARA Foto

Kemudian membuat sketsa gambar, saya seringnya ambil contoh pemandangan,” jelasnya. Untuk ukuran lukisannya sendiri bervariasi, ada yang berukuran 90 cm x 55 cm dihargai dengan kisaran Rp 450 ribu.  Kemudian ukuran 30 cm x 75 cm dihargai Rp 250 ribu dan bisa diselesaikan dalam waktu sehari.  Sementara yang paling besar adalah ukuran 75 cm x 120 cm dihargai Rp 850 ribu, dan dikerjakan dalam waktu 10 hari.

Supriyadi memasarkan produk lukisan pelepahnya pisangnya itu ke berbagai sosial media, salah satunya adalah instagram. “Untuk omsetnya sendiri saat ini memang belum seberapa, kalau dikira-kira hanya Rp 1,8 juta sampai Rp 3 juta per bulan,” ungkapnya.  Dia bercerita modal awal dulu hanya Rp 2 jutaan dulu dan paling jauh pemasaran saat ini hingga ke Bandung, Tegal, dan kalau sekitaran sini Pemkab Banyumas.