Artikel Tentang Produk
Kisa: Karya Tangan, Warisan Budaya!
Produk kerajinan ini dikenal dengan berbagai nama, seperti Kepek, Kiso, Kisiso, dan Kisa, yang semuanya merujuk pada tas ayam jago. Kerajinan ini merupakan hasil karya khas dari Desa Nusawungu, Kecamatan Nusawungu, Cilacap. Aktivitas pembuatan kepek dimulai oleh masyarakat setempat sekitar tahun 1990-an. Saat ini, jumlah pengrajin yang terdaftar dalam kelompok mencapai sekitar 300 orang, meskipun angka ini belum mencakup seluruh pengrajin di desa tersebut.
Awalnya, kerajinan kepek ini ditekuni oleh warga Dusun Kemroncong dan Dusun Sariwungu, yang terletak di timur, utara, dan barat Kompleks KUA Nusawungu. Namun, kini pengrajin juga berasal dari Dusun Nusawungu Kulon, yang semakin banyak berpartisipasi dalam usaha ini. Pada awalnya, kepek dibuat menggunakan bahan penjalin (rotan) dengan kerangka bambu dan alas dari kayu. Motif anyaman pada masa itu tergolong sederhana, di mana penjalin dililitkan hanya sebagai penutup dengan lubang untuk pernapasan ayam di sisi kanan, kiri, dan depan.
Pengrajin Kisa Ayam desa Nusawungu |
Seiring waktu, inovasi dalam bahan, anyaman, dan tipe kepek mulai bermunculan. Selain penjalin, kini tersedia kepek yang terbuat dari tali plastik yang biasa digunakan untuk mengikat kotak kargo, serta kepek dari fiber, baik fiber padat maupun berlubang. Variasi motif anyaman juga semakin berkembang dengan paduan warna yang lebih serasi, dan saat ini terdapat dua tipe kepek: satu untuk jago Jawa dan satu untuk ayam Bangkok.
Dalam hal pemasaran, kerajinan kepek masih dijual dengan cara tradisional kepada pedagang pengepul di Pasar Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, pada hari pasaran Rabu dan Sabtu. Namun, beberapa pengrajin kini juga menerapkan sistem pemesanan. Pembeli tidak hanya berasal dari pedagang pengepul di Gombong, tetapi juga dari kota-kota besar di Jawa Tengah, seperti Semarang dan Magelang, serta dari Jawa Timur yang rutin melakukan pemesanan. Harga kerajinan kepek bervariasi, mulai dari 30 ribu hingga ratusan ribu rupiah, tergantung pada bahan anyaman, tipe, dan jenis bambu yang digunakan sebagai rangka.
Kerajinan ini sempat mengalami masa kejayaan pada tahun 1990-an, namun mengalami penurunan di awal 2000-an, membuat usaha ini stagnan. Inovasi mulai diperkenalkan dengan penggunaan tali plastik untuk anyaman. Setelah tahun 2005, kerajinan ini kembali berkembang, dengan penambahan bahan anyaman dan variasi motif yang semakin banyak. Untuk memastikan kerajinan ini tidak mengalami kemunduran lagi, sangat penting bagi pengrajin kepek Nusawungu untuk terus berinovasi dalam produk dan metode pemasarannya. Selain itu, adanya organisasi pengrajin yang solid dapat menjadi wadah untuk saling berkomunikasi dan mendukung antar pengrajin.